Oleh: Purwanti Sugeng Pangestoe.

Tulisan ini dituliskan berdasarkan kejadian di tahun 2016, dimana saat ulang tahun kemerdekaan Indonesia di tahun tersebut, berita yang menjadi topik adalah tentang kewarganegaraan ganda seorang mentri di Indonesia bernama Arcandra Tahar, dimana seharusnya beliau tidak diperbolehkan memiliki jabatan negara jika memiliki kewarganegaraan ganda. Lalu berita tentang Gloria Natapraja Hamel, seorang pelajar yang terpilih sebagai pasukan pengibar bendera (Paskibraka) yang masih berumur 16 tahun, lahir dari ayah berkewarga negaraan Perancis dan Ibu WNI dan dipermasalahkan kewarganegaraannya, meskipun dengan umurnya dia masih berhak memiliki kewarganegaraan ganda.

Pembahasan pelaku pejabat yang melakukannya, pasti mengerti hukum, namun melakukan pelanggaran. Sayangnya, diskusi tentang plajar paskibra adalah fenomena pembahasan yang tidak sepenuhnya dimengerti oleh sebagian bangsa Indonesia, bahwa pelaku sedang tidak melakukan pelanggaran hukum dan masih memiliki haknya.

Sebagai warga negara yang menyebutkan Indonesia Tanah airku, Indonesia tumpah darahku yang selama ini digaungkan oleh kita sebagai WNI, sudahkah kita memahami dan memiliki kata yang benar? Para WNI yang lahir di luar negeri, bisakah mereka juga mengatakan bahwa Indonesia adalah Tanah Airku? Sebaliknya, jika WNI ataupun WNA yang lahir di Indonesia, apakah keduanya memiliki hak yang sama mengatakan Indonesia Tanah Airku? Atau, Indonesia Tanah Air beta?

Memiliki warga yang berkewarganegaraan ganda yang diperbincangkan dalam beberapa tahun ini selalu menarik untuk dibicarakan. Namun banyak orang yang lupa bahwa istilah “Tanah Air”, selalu berhubungan dengan tempat kelahiran (Ius Soli). Sementara Indonesia menganut hukum kewarganegaraan berdasarkan  keturunan (Ius Sanguinis). Jadi, siapakah yang berhak mengatakan Indonesia Tanah Airku?

  1. Siapakah Warga Negara Indonesia (WNI)?

Menurut UU no. 12 tahun 2006 pasal 4, yang disebut sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dianntaranya adalah,

  • anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
  • anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
  • anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
  • anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
  • anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
  • anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
  • anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;

Semua ayat di dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa WNI berdasarkan keturunan atau Ius Sanguinis (kewarganegaraan berdasarkan keturunan) dan bukan Ius Soli (kewarganegaraan berdasarkan tanah kelahiran).

Seringkali dikatakan bahwa, Indonesia tanah airku, tumpah darahku. Bagi orang di Amerika, Australia, Canada atau New Zealand, anak-anak kelahiran negara tersebut dapat menyebutkan bahwa Amerika atau New Zealand sebagai adalah tanah kelahiran, namun berdasarkan undang-undang, anak yang lahir di Indonesia, tidak bisa mengatakan Indonesia sebagai tanah kelahiran, karena jika status kedua orang tuanya bukan WNI. Sudah jelas disini, bahwa siapapun yang lahir di Indonesia harus memiliki salah satu atau kedua orang tuanya WNI baru bisa diakui sebagai warga negara Indonesia. Adanya visa tinggal di Indonesia yang lama tidak memberi pengaruh penting jika orang tuanya warga negara asing (WNA).

Singkatnya, siapapun yang lahir di bumi pertiwi, tanah Indonesia, hanya bisa diakui sebagai WNI jika kedua atau salah satu orang tuanya adalah WNI. Jika anda WNA yang melahirkan di Indonesia, anaknya tidak memiliki atau diakui bertanah air Indonesia.Sebaliknya, bangsa apapun yang lahir di Amerika, Australia, Canada atau New Zealand, jika mereka lahir disana dengan status orang tua yang memiliki PR atau Green Card, apapun kebangsaan mereka, maka anak-anak mereka bisa mengakui dan diakui bertanah air Amerika, Australia, Canada atau New Zealand, karena mereka diakui berdasarkan tanah kelahirannya.

Perkecualian tentu ada, seperti yang disebutkan pada kelanjutan ayat di pasal 4,

  1. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
  2.  anak-anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
  3. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;

Ayat yang mengandung pengakuan di tanah kelahiran (Ius Soli), baru mendapat pengakuan setelah ada kasus khusus, yaitu jika tidak jelas ststus orang tuanya, anak yang ditemukan lahir di tanah air, atau orang tuanya tidak diketahui keberadaannya. Jadi, yang harus diingat bahwa WNI itu terjadi dan diakui berdasarkan UU no 12 tahun 2006, adalah berdasarkan  keturunan, dimanapun dia dilahirkan. Jadi status sebagai WNI bukanlah karena dilahirkan di tanah air Indonesia, tapi karena orang tuanya adalah WNI. 

Terjadinya Dwi Kewarganegaraan atau kewarganegaraan Ganda

Sebagian dari penduduk yang tersebar ke seluruh penjuru dunia pada umumnya karena berbagai alasan sebagai berikut:

  1. Belajar atau sekolah di luar negeri,
  2. Pindah karena ada tawaran pekerjaan,
  3. Menikah dengan bangsa lain,
  4. Sengaja merantau karena ingin mencoba keberuntungan dan menggapai impian,
  5. Terdampar sebagai tenaga kerja tanpa keahlian atau melarikan diri karena pernah menjadi korban dari oleh para calo dan agen perdagangan manusia dan akhirnya ditolong oleh negara lain.

Berdasarkan kasus di atas, maka terdapat beberapa proses yang bisa menyebabkan adanya kewarganegaraan ganda yang pada umumnya merupakan akibat baik yang menyebabkan negara lain dapat memberikan hak sebagai warga negara.  Menurut pendapat Dr Isharyanto (2015),

Di satu sisi Negara mempunyai kewenangan mutlak untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang tetapi di sisi lain setiap orang juga berhak atas suatu status kewarganegaraan”

Pembahasan tentang kewarganegaraan ganda selalu menghasilkan perdebatan masalah keamanan negara, kekhawatiran atas pelarian dan lain-lain. Tak disangkal bahwa prioritas keamanan selalu akan terlibat dalam setiap pembahasan. Kemanan negara adalah efek dari kepemilikan yang menjadi bagian daripada pembahasan. Namun jika mereka bersungguh-sungguh mempelajari terjadinya kewarganegaraan ganda, maka bisa dipastikan fokus pembahasan akan lebih menarik.

Mengapa ada kejadian kewarganegaraan ganda? Beberapa negara yang menganut “multiple citizenship” atau kewarganegaraan ganda diantaranya adalah Amerika, Australia, Inggris dan Australia. Di negara-negara tersebut, memiliki 3 warga negara adalah hal biasa. Di New Zealand maksimum yang diijinkan adalah memiliki 4 kewarganegaraan. Ada hal khusus yang mendasari dibolehkan sampai 4 kewarganegaraan ini.

Di negara-negara tersebut di atas, diperbolehkannya seseorang menjadi warga negara berdasarkan 3 hal,  berdasarkan tempat kelahiran (Ius Soli), berdasarkan keturunan, dan berdasarkan pemberian.

Bagaimana terjadinya kewarganegaraan ganda? Di Amerika, Australia, Canada, Inggris dan New Zealand, kebangsaan ditentukan oleh tanah kelahiran dan keturunan. Siapapun yang lahir di negara tersebut akan memiliki warganegara selama orang tuanya pemegang green card, Permanent Residence (PR) atau visa kerja di negara tersebut. Namun jika ada warga negara mereka yang melahirkan di luar negri, maka berdasarkan keturunan, mereka otomatis berhak memiliki kewarganegaraan orang tuanya, meskipun hanya salah satu darinya, yaitu dari ibu maupun bapaknya.

Sebagai contoh, jika salah satu orang tuanya warga negara Amerika, menikah dengan warga negara New Zealand, memiliki permanent residence di Australia, lalu melahirkan seorang anak di Australia, maka hampir bisa dipastikan bahwa si anak berhak memiliki passport Amerika dan New Zealand dan diakui sebagai warga negara Australia. Dia sekaligus memiliki 3 warga negara. Dia tidak memiliki hanya Dwi kewarganegaraan, namun bisa memiliki lebih dari dua kewarganegaraan, maka disebut kewarganegaraan ganda. Diperbolehkan hingga 4 warga negara, salah satu alasannya adalah kemungkinan besar anak tersebut masih bisa memiliki kewarganegaraan dari kakek atau neneknya yang salah satunya bisa jadi memiliki kewarganegaraan yang berbeda. Sehingga semua hak nya kelak akan tetap bisa dimiliki oleh cucunya.

Sejak Indonesia berdiri, status kewarganegaraan telah ada berdasarkan UUD 1945 yang tercantum dalam “Naskah Lembaran Negara Republik Indonesia”, dalam pasal 26 disebutkan (amandemen terakhir – ke 4),

  1. yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
  2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
  3. syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

Undang-undang kewarganegaraan telah mengalami dinamika perubahan dan setelah mengalami beberapa perubahan, Undang-undang nomor 12 tahun 2006 yang dipakai hingga hari ini telah mengalami beberapa penyesuaian. Namun disayangkan, bahwa ketentuan di pasal 9 ada keharusan untuk memilih kewarganegaraan setelah berumur 18 tahun. Hal ini bisa diartikan dalam dua kategori,

Yang pertama, memiliki undang-undang yang hanya memperbolehkan hanya satu warga bukanlah memberi pilihan sebagai warga negara Indonesia tetapi lebih mengacu pada pelanggaran hak asasi manusia, karena pilihan tersebut mengugurkan hak nya. Terutama jika tidak pernah ditemukan atau melakukan adanya pelanggaran atau melawan negara, terlibat kriminal dan hal-hal lain yang melibatkan subyek pada kasus perlawanan hukum.

Kedua, tanpa adanya kasus pelanggaran hukum, adanya larangan memiliki lebih dari satu kewarganegaraan negara bukanlah ketetapan pilihan paksa yang dilakukan Pemerintah, tetapi lebih kepada meminta warganya untuk memilih salah satu diantaranya, dan jika mau jujur maka pilihan tersebut adalah  mengambil atau membuang nasionalisme mereka. Mengapa dikatakan membuang? Karena mereka harus menanggalkan kewarganegaraan mereka tanpa alasan khusus, hanya karena telah berumur 18 tahun saja.

Saat menanggalkan kewarganegaraan, Sebagian besar dari mereka tidak ada masalah politik, tidak sedang melakukan pelanggaran hukum maupun masalah lain, namun harus tetap memilih kewarganegaraan karena Indonesia hanya memperbolehkan satu warga negara saja, tanpa boleh memiliki lebih dari satu kewarganegaraan. Jadi, mereka harus membuang salah satu nasionalisme.

  • Kewarganegaraan berdasarkan keturunan

Mari kita lihat status kewarganegaraan yang dimiliki oleh anak-anak Indonesia yang seharusnya berhak memiliki kewarganegaraan ganda.

  • Berdasarkan Ius Sanguinis yang dianut Indonesia, jika salah satu atau keduanya adalah WNI, maka anak-anak mereka berhak menyandang status WNI. Hak mereka sebagai anak, tetap pula bisa memiliki warga negara salah satu orang tuanya yang WNA.
  • Jika anak-anak WNI lahir di negara yang menganut Ius Soli, artinya jika mereka mendapat kewarganegaraan dari negara tempat mereka dilahirkan, maka hak mereka sebagai WNI tidak bisa digugurkan, karena salah satu atau kedua orang tuanya adalah WNI berdasarkan asas Ius Sanguinis yang dianut pemerintah Indonesia.

Artinya, dari dua keterangan di atas, tak ada pelanggaran apapun untuk memiliki kewarganegaraan ganda. Jika pemerintah Indonesia mencabut hak nya sebagai WNI atau anak-anak setelah berumur 18 tahun harus menanggalkan status WNI mereka, justru akan menyalahi asas Ius Sanguinis.

Pemerintah melanggar komitmen mereka sendiri, dan menyalahi asas Ius Sanguinis yang diterapkan sebagai status WNI karena salah satu atau kedua orang tuanya adalah WNI. Sekalipun telah mendapatkan status warga negara dari negara lain berdasarkan tempat mereka dilahirkan, anak-anak tersebut harus melepaskan status WNI nya stelah berumur 18 tahun. Sekali lagi, bisa dikatakan harus membuang satu, karena di negara tempat dia mendapatkan kewarganegaraan ganda, dia tetap diperbolehkan memiliki lebih dari dua kewarganegaraan dan tak ada pelanggaran hukum jika memiliki 3-4 warga negara.

Jika dibatasinya hak anak untuk menjadi WNIsampai umur 18 tahun. Sebaiknya asas Ius Sanguinis yang dianut pemerintah harus dirubah. Ini justru lebih rumit akibatnya bagi urusan administrasi kepemerintahan. Justru lebih mudah melegalkan kewarganegaraan ganda, karena asas yg telah dianut oleh pemerintah Indonesia.

Secara sederhana, bisa seperti ini. Bayangkan dalam perkawinan Batak dan Jawa. Seorang anak yang dilahirkan dari ayah keturunan Batak, membawa nama keluarga Batak dan diajarkan bahasa Jawa oleh ibunya dan juga segala kebiasaan sehari-hari dalam adat Jawa. Bisakah anak ini melepaskan nama marga Bataknya dan memilih ibunya yang sehari-hari mengajarkan kebiasan dan bahasa Jawa dan pada kenyataannya si anak menjadi Jawa namun bermarga Batak? Atau dia harus memilih menjadi Batak, karena hak warisnya dari ayahnya dan melupakan saja garis keturunan ibu yang setiap hari memberikan nilai-nila Jawa? Tidakkan anaknya bangga dengan menjadi Batak-Jawa? Rasanya itu hak mereka, dan taka da yang bisa mencabut hak tersebut dari diri mereka. Anak ini adalah Batak-Jawa. Bukan orang Batak saja atau Jawa saja. Dia ber hak memiliki keduanya.

Lalu apa bedanya dengan perkawinan Perancis-Indonesia, Italia-Indonesia dan lain-lain? Pilihan yang sama sulitnya. Alangkah kejamnya menyuruh mereka memilih warga negara ibu atau ayahnya. Menyuruh anak memilih ayah atau ibunya di saat bercerai saja merupakan keputusan susah. Apalagi meminta mereka memilih salah satu dalam keadaan keluarga penuh cinta.

Harus diingat, bahwa tidak semua orang bisa mendapatkan kewarganegaraan dari negara lain, walaupun telah menetap lama, memiliki permanent residence (PR), atau green card (khusus untuk Amerika). Mengapa ada yang bisa memiliki kewarga negaraan ganda atau berpindah menjadi warga negara asing dan ada pula yang tidak bisa mendapatkan kewarganegaraan?

  • Alasan meninggalkan kewarganegaraan

Mengapa status sebagai permanent residence (PR) atau di Amerika di sebut green card, tidak selalu cukup? Padahal kalau dilihat dari fasilitasnya, menjadi PR memiliki hak yang sama dengan warga negara di negeri yang di tempati tersebut. Ada beberapa hal yang perlu disimak dan memang memiliki lebih dari 1 passport dimungkinkan untuk punya kelebihan sebagai berikut,

  1. Mempermudah perjalanan.

Ada keahlian yang perlu bepergian ke banyak negara. Passport Indonesia tidak perlu visa ke negara Asean dan sebagian Asia, namun untuk ke Eropa dan Amerika tetap memerlukan visa. Memiliki passport Canada, New Zealand atau salah satu negara di Eropa, artinya tidak perlu mengajukan visa untuk ke Amerika, begitu pula sebaliknya.

  • Bisa mewakili acara Internasional.

Memilliki kewarga negaraan ganda, artinya tetap bisa mewakili International even untuk olah raga setara dengan Olympiade atau sejenisnya setelah menikah tanpa harus melalui prosedur yang berbelit-belit.

Ada cerita menarik dari Olympiade tahun ini, yaitu sepasang suami istri yang berkompetisi mewakili negara yang berbeda. Brianne Theisen-Eaton dari tim Kanada dan Ashton Eaton dari tim USA. Keduanya menikah di tahun 2013 dan keduanya memiliki passport Kanada dan USA. Rasa nasionalisme tidak berubah, namun masing-masing tetap bisa mendapatkan hak nya dari tempat asal pasangan mereka bermukim.

  • Tidak perlu lagi ijin tinggal.

Berapa banyak WNI dan WNA yang memiliki manfaat bagi Indonesia? WNA ini (http://chillinaris.blogspot.co.nz/2014/05/membanggakan-8-orang-asing-ini.html) memiliki banyak kontribusi bagi Indonesia. Namun harus bertahun-tahun mengurus ijin tinggal, tentu hal ini amat merepotkan. Dia ingin menjadi WNI, namun UU kewarganegaraan Indonesia yang hanya memperbolehkan mereka memiliki satu kewarganegaraan tentu merepotkan, dan tidak adil jika menyuruhnya melepaskan kewarganegaraan yang dimilikinya untuk menjadi WNI, karena dia tentu juga memiliki keluarga atau kepentingan masa pensiun di negara tersebut.

Azaz memberi manfaat pada Indonesia, bukan berarti mereka harus kehilangan nasionalisme pada negara asal mereka bukan? Mereka adalah aset berharga sebagai WNI tanpa harus meninggalkan kewarganegaraan asal mereka.

PENUTUP

Dari ulasan kewarganegaraan ganda melalui pemberian, keturunan dan kelahiran, bisa terlihat bahwa sesungguhnya tak ada orang yang bisa memilih menjadi WNA seperti membeli perusahaan atau property di negara lain. Semua itu adalah taksir yang terjadi tidak dalam waktu semalam dan bukan karena persoalan suka atau tidak suka menjadi WNI dan bukan pula karena masalah tidak nasionalis.  Karena darah dan jiwa tidak akan pernah hilang.

Memiliki undang-undang yang hanya memperbolehkan hanya satu warga negara justru rasanya seperti berusaha membuang nasionalisme warganya. Karena seperti sebuah ultimatum, “pilih WNI atau tinggalkan”. Sementara negara lain seakan menawarkan, “jadilah warga negara kami, jangan buang nilai yang kamu miliki dan peliharalah budayamu ”. 

Dalam tata bahasa, istilah “Indonesia tanah airku” hanya bisa berlaku bagi WNI yang memiliki orang tua keduanya atau salah satu lahir di Indonesia, namun ternyata tidak bisa berlaku selamanya. Karena anak-anak ini harus membuang nasionalismenya untuk memilih kewarganegaraan saat berumur 18 tahun, sedangkan negara lain menjamin hak mereka di kedua hal, yaitu karena keturunan dan tanah kelahiran.

Referensi

Dr. Isharyanto, SH., M. Hum. (2015). Hukum Kewarganegaraan Republik

Indonesia (Dinamika Pengaturan Status Hukum Kewarganegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan).

UUD 1945. (1959). Naskah lampiran Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945. https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/UUD_1945_Perubahan.pdf

UU nomor 12 tahun 2006.